STIKI, Malang – Mengabdikan diri untuk pembangunan negeri tak melulu soal politik, setidaknya itulah yang ingin disampaikan Sekolah Tinggi Informatika dan Komputer Indonesia (STIKI Malang) melalui kiprahnya dalam dunia pendidikan. Setiap potensi yang dimiliki, dimanfaatkan tak hanya untuk pembentukan karakter dan pendidikan generasi muda kita namun juga dimaksimalkan dalam kontribusi pembangunan untuk negeri.

 

Salah satunya yakni melalui insentif penguatanSentra Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang didapatkan oleh Sentra KI – Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) STIKI Malang. Koordinator publikasi ilmiah dan HAKI LPPM STIKI Malang, Siti Aminah, S.Si., M.Pd., mengungkapkan pihaknya terus melakukan berbagai upaya mendorong civitas akademika untuk memahami betapa pentingnya hak paten, hak cipta hingga merek.

“Insentif ini diajukan sejak 2018 baru di-ACC 2019. Sejak ada hibah ini juga kesadaran dan antusias dosen untuk mematenkan karyanya semakin meningkat sekitar 50%.” Terangnya.

 

Sejak mendapatkan insentif penguatan HAKI, berbagai kegiatan mendukung keberlangsungan KI terus dilakukan. Seperti 26 Juli lalu, mereka melaksanakan sosialisasi manajemen KI. Kemudian 9 Agustus mengadakan pelatihan patent dan kebijakan KI di PT, pelatihan valuasi, teknologi dan komersialisasi dan banyak kegiatan lainnya.

 

“Sebelum mendapatkan insentif, STIKI hanya memfasilitasu 4 karya dosen utnuk mendapatkan KI namun setelah mendapatkan insentif ini semakin meningkat sekitar 15 produk dan TA mahasiswa juga didanai STIKI.” Papar Siti.

 

Selain itu, 9 dosen STIKI Malang tergabung dalam sebuah kelompok yang meneliti tentang model pembelajaran bagi mahasiswa berkebutuhan khusus dan berhasil didanai kemenristekdiki. 9 dosen tersebut adalah Nira Radita, S.Pd., M.Pd, Siti Aminah, S.Si., M.Pd, Addin Aditya, S.Kom., M.Kom, Rahmat Kurniawan, S.Pd.,M.Pd, Windarini Cahyadiana, S.E., M.M, Adita Ayu Kusumasari, S.Sn., M.Sn, Rakhmad Maulidi, M.Kom, Saiful Yahya, S.Sn, M.T, dan Anita, S.Kom, M.T.

Selama ini para dosen tidak memberikan treatment berbeda bagi para mahasiswa berkebutuhan khusus. “Ya kami perlakukan seperti mahasiswa biasa saja begitu. Tapi setelah kami teliti ternyata mereka ini butuh model pembelajaran khusus.” Tukas Nira ditemui wartawan.

Ia dan 9 temannya berusaha mencari tahu seperti apa model yang harus diterapkan bagi mereka. Karena ternyata mahasiswa berkebutuhan khusus di STIKI Malang bukanlah dari penyandang tuna netra, tuna rungu dan sebagainya.

“Total ada 7 orang di stiki dari berbagai fakultas dan angkatan ada. Mereka ini ada yang ‘cerdas istimewa’, ada yang IQ diatas rata-rata, banyak. Bukan yang tuna itu,” imbuhnya.

Nantinya setelah penelitian ini mereka akan mengoptimalkan sistem pembelajaran terhadap mahasiswa berkebutuhan khusus dengan pendampingan. Karena banyak dari mereka justru tidak mau bersosialisasi sehingga sulit ditebak kebutuhan belajarnya. “Kami akan kembangkan model yang inovatif dan juga mengajak dosen dan mahasiswa lain lebuh perhatian terhadap mereka.” Tukasnya.

(Humas/ Irma)